Rabu, 23 Maret 2011

Sutradara feat Pengarang


Film-Film Indonesia mengalami perkembangan yang pesat setelah tahun 2000-an, dipelopori oleh film Petualangan Sherina dan Ada Apa Dengan Cinta. Kebangkitan dunia perfilman kita dari mati surinya ini ditanggapi dengan sangat positif oleh berbagai kalangan. Mulai muncul film-film dengan ragam jenis yang variatif. Bioskop-bioskop di tanah air kita sudah tidak lagi didominasi film-film Holliwood. Tentu saja ini merupakan hal yang patut diacungi jempol.
Kebangkitan dunia perfilman kita seiiring dengan kebangkitan dunia sastra pop Indonesia, mulai banyak muncul pengarang muda berbakat yang tulisannya digemari masyarkat Indonesia. Dirak-rak toko buku mulai diisi berbagai buku karangan anak negeri dari berbagai penerbit, yang biasanya hanya diisi buku karya pengarang luar negeri. Masyarakat Indonesia mulai menyadari bahwa talenta menulis yang dimiliki anak negeri tidak kalah saing dengan pengarang-pengarang luar negri. Genre bukunya pun beragam mulai dari Teenlit, Poplit, Chicklit, Fantasi dan lainnya.
Keadaan inilah yang dapat dicium dengan baik oleh sineas-sineas kita, mereka mulai menggarap film yang diangkat dari buku. Film pertama yang digarap dari buku sastra pop Indonesia adalah Me Vs High Heel karangan Maria Adelia pada tahun 2005, bukunya sendiri terbit pada tahun 2004. Hanya dibutuhkan satu setelah bukunya terbit, filmnyapun segera digarap. Kesuksesan buku ini tentunya menarik minat para produsen untuk meraup keuntungan. Setelah kesuksesan film ini, berlanjut ke film-film lainnya seperti Dealova, Cintapucinno, Kambing Jantan, Laskar Pelangi , Sang Pemimpi, Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih dan lainya.
Banyak hal yang perlu ditelisik dari film-film yang diangkat dari buku tersebut, apa motif para produsen memilih buku-buku tersebut, mengapa para pemerannya rata-rata merupakan pemain baru, apakah animo masyarakat terhadap film tersebut sereaktif pada bukunya, apakah para sutradaranya mampu mengemas isi cerita semenarik di bukunya, apakah genre film yang diangkat dari buku memiliki kesamaan, apakah kelebihan dan kekurangan film yang diangkat dari buku dan apakah penyajiannya dalam bentuk visual sudah menyerupai seperti yang diceritakan di buku. Ternyata film memiliki banyak aspek yang selalu berkembang mengikuti jaman, dan menimbulkan berbagai pertanyaan yang sangat menggelitik untuk dijawab.
Tentu saja kesinergian antara dunia film dan sastra perlu kita dukung sepenuhnya, seperti banyak pendapat yang diutarakan mengenai film, salah satunya ‘film adalah karya sastra dalam bentuk visual audio’. Kita sebagai generasi yang katanya sudah ‘melek mata’ sebisa mungkin mencari berbagai kemungkinan agar dunia film dan sastra kita maju, mungkin salah satu jawabannya dengan menggabungkan keduanya, Opini yang menarik bukan?

0 komentar:

Posting Komentar